3010 (chapter 2 END)

Title :  3010
Author/twitter:  ZYH/verenaliesbeth
Cast :

Xi Luhan

DO Yeji (OC)

Support Cast :

Xiumin (EXO)

Lee Heera (OC)
Genre : Romance, Fantasy
Rating : General
Length : Twoshots
Disclaimer : FF ini murni karya Author, FF ini bukan hasil karya jiplakan. FF ini karangan dari author, hanya saja castnya author pinjam. Apabila ada kesamaan alur ataupun ide, adalah suatu ketidaksengajaan. So, DON’T BE SILENT READERS!

 

Luhan Pov

“Kriiinnggg!” jam bekerku berbunyi. Darah dalam tubuhku mengalir dengan sangat lancar, sistem sarafku berfungsi dengan sangat baik. Ya, aku bisa merasakan semua itu. Jantung yang berdetak melebihi batas normal layaknya seorang yang baru berkeliling lapangan luas sepuluh kali putaran banyaknya. Apa mungkin seseorang bangun dengan pacu jantung yang berlebihan? Seakan tubuhku belum puas dengan semua itu, otakku memerintah rangka dan tulangku untuk bergerak. Mataku terbelalak lebar, duduk dan membisu dalam ruangan hanaku. Kakiku yang tak mau kalah menyentuh lantai granit milik kamarku. Rasa dingin mengalir dari telapak kakiku hingga ujung kepalaku dan menimbulkan rasa pusing seketika. Namun semua itu tak ku abaikan. Aku tetap menggerakan kedua kakiku, bergerak menuju sumber cahaya alami. Kubuka jendela kamarku, mendapati bulan yang masih tersenyum indah dan bintang – bintang penggoda di sekelilingnya. Pukul lima pagi. Aku sengaja mengesetnya sepagi ini harap – harap bisa bangun lebih pagi darinya. Jujur, mataku terasa sangat berat. Mungkin kemarin malam adalah malam terindah yang pernah kudapat dalam hidupku. Aku berbicara dengan gadis pujaanku. Jatuh cinta itu indah bukan? Kau bisa melupakan segala keluh kesahmu, segala sesuatu yang membuat sesak dadamu hanya karena sebuah kata cinta. Bahkan, rasa kantukpun bisa kau tahan layaknya cinta adalah kebutuhan primer yang paling utama.

Hari ini hari Minggu. Warga akan dibangunkan pukul enam pagi dan bekerja setengah hari. Terhitung, tidurnya masih belum juga cukup. Apa dia sekarang sedang tidur? Atau petugas lain menganggunya dengan mengirim email mengenai tugas yang harus dikerjakan? Seandainya, kau ada di sampingku. Aku pasti bisa mengawasimu, memastikan kau tidur dengan cukup dan nyenyak. Ah, mengapa pikiranku harus dipenuhi dengan dirinya, dan dirinya lagi? Tidak bisakah otakku bekerja dan memikirkan kesehatanku dulu sebelum bekerja lebih jauh demi orang lain? Tapi hal inilah yang membuatku bersyukur. Bersyukur karena aku bisa merasakan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tak pernah kurasakan selama 23 tahun menghirup udara dunia. Kini aku percaya, bahwa cinta dapat membuatmu berfikir tentang orang lain ketimbang dirimu sendiri.

Kini aku bersiap meninggalkan kamarku, menyantap sarapan pagi dengan tiga sendok suapan besar, dan tentunya keluar dari gedung yang mirip dengan penjara kelas VVIP bagiku dengan alasan “menghirup udara pagi” yang pastinya sangat kubuat – buat. Sejujurnya, aku tidak menyukai tempat yang menjadi rumah tinggalku sekarang. Bangunan itu mewah dan sesuai seleraku, namun dibandingkan dengan tempat rakyatku tinggal, aku merasa risih, kejam, dan tak berperasaan. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang berbagi kamar istirahat. Tapi itulah hidup. Dulu, pepatah mengatakan hidup itu bagaikan roda yang berputar, kadang kita diatas, kadang kita dibawah. Namun, roda tersebut sekarang menjadi roda beronak yang sukar berputar, bahkan diputarpun sulit karena akan melukai tanganmu dengan durinya yang tajam. Means, yang diatas akan tetap diatas, dan yang dibawah akan tetap dibawah. Pemberontakan dari pihak bawah adalah sebuah tindakan bodoh yang hanya akan membuat dirimu terluka, menderita, serta tersiksa.

Tanpa ku sadari, aku telah membuang 60 menit waktu yang sangat berharga dalam hidupku untuk melamun dan memikirkan banyak hal yang terlalu rumit untuk dicerna. Pandanganku mulai dipenuhi dengan orang – orang yang terlihat sangat menyeramkan di mataku. Bukan menyeramkan seperti seorang kanibal yang kelaparan, lebih tepatnya tatapan mata yang kosong seperti tidak ada harapan hidup. Pandanganku tak terfokus pada salah satu diantara mereka, sampai seseorang yang sudah tak asing dalam mataku lewat begitu saja dengan wajah yang tidak bisa kuartikan. Perasaan cemas dan bahagia bercampur menjadi satu dalam hatiku. Aneh memang, tapi itu benar – benar terjadi.

Yeji Pov

Another Sunday, mereka menyuruh kami bekerja lagi. Aneh, kemarin adalah hari yang aneh. Sangat aneh bagiku karena aku mengalami hal yang tak pernah kualami lagi satu tahun terakhir ini. Laksana malaikat turun dari langit dan menjagaku dalam lelap, aku tidur sangat pulas dan bangun dalam keadaan segar, seperti layaknya seseorang yang merindukan sesuatu. Apa benar – benar rindu akan sesuatu? Apakah ia sosok yang akan mengubah jalan hidupku?

Nona, tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Lekaslah bangun dari mimpimu dan bekerjalah.

“Ada yang mengganggu pikiranmu, tuan putri?” Sontak aku melepas sapu yang kugenggam selagi ku melamun. Xi Luhan. Mau apa dia kesini?

“Aku hanya sedang berkeliling mengecheck para pekerja yang sedang melamun.” Apa dia bilang? Melamun? Apa dia baru saja menghinaku? Atau aku memang baru saja melakukan kesalahan?

“Nona Yeji, kau tertangkap melakukan pelanggaran. Haruskah aku menghukummu?” Ah sial! Mengapa orang ini selalu berhasil menebak apa yang ada di pikiranku. Apakah ia bisa membaca pikiran?

“Tenang, aku bukan para normal yang bisa membaca pikiranmu.” Oh tidak, Dia benar – benar bisa membaca pikiranku.

“Kenapa ka uterus menatapku dengan tatapan seperti itu hah?” tatapan seperti itu? Memangnya tatapan seperti apa yang kutunjukan padanya?

Luhan Pov

Mataku tak bisa bergerak darinya, seolah pandanganku tersita hanya untuknya. Seolah dunia begitu sempit hanya mengizinkanku melihat satu pemandangan indah yang pernah ada dan tercipta di dalamnya. Aku sadar banyak waktuku yang berhasil disitanya. Pikiranku terlarut dengan pemandangan yang ku lihat sampai tak sadar bahwa ia melakukan kesalahan dalam kerjanya.

Bukankah itu yang kau cari – cari selama ini, Xi Luhan? Menemukan kelemahan gadis sempurnamu itu? Tunggu apa lagi? Ia sedang melamun! Mengabaikan pekerjaannya! Kejarlah dia, Luhan. Jarang sekali ia melakukan kesalahan seperti ini. Tapi, apa yang menyebabkan ia melamun? Tak biasanya ia seperti ini.

Tidak, aku harus berhenti berfikir terlalu panjang sebelum ia kembali ke alam sadarnya, sebelum aku kehilangan kesempatan untuk berdua dengannya.

“Ada yang mengganggu pikiranmu, tuan putri?” Jujur, aku tak menyangka ia akan sekaget itu. Apa yang dipikirkannya sampai kehilangan 70% kesadarannya?

“Aku hanya sedang berkeliling mengecheck para pekerja yang sedang melamun.” Aku bingung. Bingung harus bicara apa. Kata – kata seadanya yang ada di otakku lah yang ku keluarkan untuk memecah keheningan. Respon tak terduga kudapat lagi. Raut wajahnya tak berubah, matanya masih bertanya – Tanya atas kedatanganku yang secara tiba - tiba. Perlahan tatapan itu berubah menjadi tatapan orang yang ketakutan. Gadisku tetap kaku dalam posisinya. Takut? Apa ia takut padaku?

“Nona Yeji, kau tertangkap melakukan pelanggaran. Haruskah aku menghukummu?” Kini aku tak bisa lagi membaca bola matanya. Takut, kesal, benci, pasrah, namun juga ada suatu yang damai di dalam sana. Aneh, tapi tetap indah di mataku.

“Tenang, aku bukan para normal yang bisa membaca pikiranmu.” Hening. Itulah yang terjadi selanjutnya. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan pada gadis ini? Bisakah kau sekali saja membiarkan aku mendengar suara merdunya? Sekali lagi ku coba mengartikan tatapannya padaku. Gagal. Aku benar – benar gagal. Apa lagi yang harus kukatakan padanya? Oh Tuhan, ini benar – benar canggung.

“Kenapa kau terus menatapku dengan tatapan seperti itu hah?” Ia mengalihkan pandangannya dariku. Kecewa. Itulah yang kurasakan. Jujur, jauh dalam lubuk hatiku, aku ingin ia selalu menatapku, melihatku sebagai seorang lelaki bukan sebagai atasannya, berbicara padaku layaknya orang – orang dari distrikku yang dapat menggunakan indra pengecapnya dengan bebas. Dan lebih dalam lagi, aku ingin dia hanya menatapku seorang, tatapan cinta yang penuh ketulusan.

“Ayo, ikut aku.” Aku berjalan memunggunginya, tentu saja ia mengikutiku. Andai saja, kita dilahirkan di distrik yang sama, pasti aku tidak akan ragu untuk menggenggam tanganmu, berjalan berdampingan bersamamu.

Butuh sepuluh menit berjalan dari lokasi tempat yeji bekerja untuk sampai di mobil yang telah kupersiapkan untuk membawanya pergi. Ya, aku akan mempekerjakan Yeji di luar kota berbatasan dengan distrik 11. Akupun juga akan berada di sana selama Yeji bekerja disana. Rencananya, pada akhir minggu nanti aku akan membawanya ke pantai, tempat idamannya. Daerah perbatasan merupakan daerah yang cukup berbahaya, dipenuhi dengan banyak kawat berlistrik, sehingga tidak ada CCTV terpasang disana. Termasuk di pantai, dalam keadaan sepi tak berpenghuni, artinya Yeji bebas berbicara. Plan yang bagus bukan? Semua itu membuatku semakin tak sabar mendengar suara indah Yeji.

Dua jam waktu yang ditempuh sampai ke lokasi yang kami tuju, Sejujurnya aku berharap Yeji lelah dan tertidur hingga aku bisa membuatnya menyenderkan kepala pada bahuku. Namun ternyata, ia tertidur dalam keadaan duduk tegak. Apa itu yang biasa dilakukan orang di distriknya? Apa mereka sudah terlalu terbiasa dengan gaya hidup yang terisolasi dengan sesamanya?

Yeji Pov

Namja ini, ternyata namja ini yang menimbulkan perasaan aneh yang terus menguncang dalam hatiku. Dalam mobil yang terus berguncang ini, hatiku tak mau kalah menimbulkan gejolak yang cukup parah dalam diriku. Duduk bersebelahan dengannya menimbulkan rasa canggung bagiku, namun ia tak tampak terganggu dengan semua itu.

Sebenarnya apa maunya? Mengapa ia terus memperhatikan dan mengawasiku? Aku sadar, kalau aku terus seperti ini, lama kelamaan aku pasti akan jatuh cinta dengannya karena aku bukan wanita munafik hanya untuk mengatakan wajahnya cukup tampan dengan postur tubuh tinggi kurang lebih 180 cm, rambut kuning kecoklatan yang kadang bersinar seperti rambut emasku, tatapan mata hitamnya yang membuai, gerak – geriknya yang ‘manly’, dan wajah nan tampan idaman para wanita. Dan sekarang pria idaman para wanita itu duduk disampingku dan aku sadar ia mencuri pandang ke arahku. Apa yang akan kau lakukan jika berada di posisiku? Sudah bagus aku masih bisa menahan diriku bersikap wajar di sekitarnya. Ku mohon, jangan lakukan sesuatu yang lebih padaku. Akupun juga sadar, kalau itu sampai terjadi, aku tidak akan bisa menahan diriku lagi.

“Apa kau tidak mengantuk? Butuh waktu 2 jam untuk sampai di tempat tujuan. Kita akan menuju tempat kerjamu yang baru di luar kota. Hanya selama satu minggu. Kau akan bekerja di tempat pertambangan. Pekerjaan yang cukup berbahaya, namun disana banyak tempat – tempat indah yang selalu kau lewati tiap pergi dan pulang bekerja.” Jelasnya panjang lebar. Akupun masih sadar bahwa ia tengah menatapku, dan entah kenapa aku yakin ia berharap agar aku juga berbalik menatapnya. Namun aku terlalu takut untuk itu. Aku hanya menganggukan kepalaku tanda mengerti.

“Tidurlah, aku tahu kau lelah.” Tidak ada sama sekali nada perintah kubaca dari ucapanna, namun aku tetap menurutinya. Kupejamkan mataku menenangkan pikiranku yang tadi melesat terlalu jauh. Inilah keahlianku, aku bisa tidur dalam posisi apapun. Dari berdiri, merangkak, bahkan berjongkokpun aku bisa tertidur dengan sangat pulas. Aku berasumsi penyebabnya adalah gejala kurang tidur yang kualami tiap hari, selain memang aku tidak nyaman bergantung diri pada orang yang belum ku kenal dengan baik. Namun, jarang sekali warga distrikku yang bisa melakukan hal yang serupa denganku.

Beberapa menit setelah aku memejamkan mata, kuberanikan membuka salah satu mataku, member celah sangat kecil hanya sekedar untuk melirik Luhan. Kudapati raut wajahnya sedikit kecewa. Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Apa iya mengharapkan aku tertidur dalam pundaknya?

Lagi – lagi pikiranku melesat terlalu jauh. Mengapa aku bisa berfikiran seperti itu? Toh apa bila kenyataan bahwa aku menyukainya, ia pasti tidak akan membalas cintaku.

Bangunlah Yeji! Kau bukanlah siapa – siapa, mengapa kau dengan lancangnya mencintai seseorang yang tak pernah bisa kau dapatkan? Apa kau bosan hidup, eo? Mencintainya sama saja dengan menggali kuburanmu sendiri.

~@~@~@~

“Yeji, apa kau tertidur pulas? Kita sudah sampai.” Aku membuka mataku perlahan. Omo! Apa tadi aku tertidur pulas? Mengapa duniaku terkesan miring? Buruk. Ini buruk.

Kutegakkan kepalaku, menatap sosok yang menjadi sandaran kepalaku –Luhan- dengan tatapan bingung sekaligus takjub. Kemana aku yang tak mudah mempercayai orang yang baru ku kenal dan aku yang selalu bisa bertahan hidup sendiri? Kemana mereka semua saat aku membutuhkannya? Aku yang hanyalah seorang rakyat yang harusnya takut berada di sebelah pemimpinnya, malah justru menyandarkan kepalaku selama dua jam dan tertidur pulas di sampingnya. Apa masalah baru akan menimpaku lagi?

“Tenanglah, kau tidak perlu takut denganku. Kita teman, bukan?” Aku menatapnya dengan tatapan bingung. Teman? Apa maksud semua ini? Apa ia akan membuatku menjadi seorang pengkhianat yang menyebarkan rahasia – rahasia rakyat demi kepentingan Negara? “Well, maksudku, aku menganggap kau temanku. Aku tak punya teman di distrikku kecuali Xiumin. Mungkin, kau bisa menjadi temanku yang kedua? Ottae? Aku ingin sekali punya teman baru. Walaupun temanku yang satu ini sulit sekali untuk ku dengar suaranya.”

Aku tak dapat mencerna lagi semua perkataannya. Semuanya terlalu mendadak bagiku. Aku tidak siap mendengar pengakuannya. Apa itu suatu kejujuran? Atau ia hanya ingin menjilatku dengan perkataan –perkataan manisnya?

“Aku tahu kau tidak akan pernah mempercayaiku, tapi…” Tiba – tiba saja ia menatap langit – langit mobil, mengalihkan pandangannya dariku. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa aku terjebak disini? Jantungku berdegup begitu kencang. Apa yang akan dikatakan Luhan selanjutnya? Aku sudah tidak sanggup lagi mendengarnya. Semua ini terlalu rumit bagiku.

“Aku menyukaimu.” Hanya dua kata yang berhasil diucapkannya. Namun kedua bola mata indah yang kembali menatapku itu memancarkan segala makna yang tersirat dari perkataan yang sungguh sederhana itu. Aku tahu saat ini ia sedang tidak main – main. Tapi bagaimana mungkin? Apa mungkin seorang Luhan mencintainya, tentu Ia akan tahu dengan konsekuensinya, bukan? Diturunkan dari kastanya dan menjadi budak, tentu ia tidak akan senang dengan itu.

“Well, aku baru saja mengatakannya ternyata. Aku tidak pernah berpikir aku sanggup mengatakannya, tapi semua yang kukatakan itu jujur. Kau tak perlu menjawabku sekarang, tapi kumohon biarkan aku mencintaimu karena aku benar – benar menyukainya. Menyukai bagaimana aku bisa tergila – gila padamu, bagaimana kau bisa menghantuiku baik di alam sadarku dan alam bawah sadarku, bagaimana aku sangat menyukai detak jantungku yang berdegup dengan tidak normal ketika aku berada di sekitarmu. Hal – hal baru ku rasakan sejak aku mengenalmu dan aku merasa bahagia karena aku bisa merasakan indahnya jatuh cinta.” Mataku terbelalak, mulutku menganga. Pengakuannya sungguh membuatku kaget. Aku bisa melihat ketulusan di matanya. Seorang lelaki serupawan luhan mencintaiku? Aku yang hanya seorang budak milik negaraku? Bagaimana itu semua bisa terjadi?

“Sepertinya aku berbicara terlalu banyak, keluarlah dari mobil. Kau harus mulai bekerja.”

~@~@~@~@~

Author POV

Sudah empat hari Luhan tidak melihat Yeji. Ia disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk akhibat terlalu mengikuti nafsunya melihat Yeoja idamannya itu. Jujur, Luhan amatlah merindukan Yeji. Bagaimana keadaan Yeji? Apakah semuanya berjalan dengan baik – baik saja? Jujur, Luhan merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, entah ini hanya perasaan khawatir takut kehilangan seseorang atau sesuatu yang buruk benar – benar terjadi, Luhan belum tahu pasti.

Suhu udara di kota ini sangatlah berbeda dengan kota tempat biasa Yeji bekerja. Sangat panas dan gersang, kira – kira sepuluh derajat selsius lebih panas, artinya suhu disini mencapai rata rata empat puluh serajat selsius dengan tidak ada fasilitas AC bahkan kipas angin.

Sore ini Luhan berniat untuk pergi ke tempat dimana Yeji dipekerjakan. Ia tak dapat lagi menahan rasa rindunya pada yeoja itu. Iapun segera meninggalkan pekerjaannya, bergegas menuju tempat parki r dan melesatkan mobilnya dengan cepat.

Bangunan tua penuh oli. Itulah yang Luhan dapati di depan matanya. Apa Yeji benar – benar dipekerjakan disini? Untuk apa? Membersihkan oli? Sebenarnya Luhanpun tak tahu pasti dimana Yeji dipekerjakan. Sangking sibuknya ia dengan pekerjaannya yang menumpuk, Luhan menyerahkan pembagian tugas warga sepenuhnya kepada ketua team pengawas seutuhnya tanpa memeriksanya kembali. Kalau Luhan tahu bahwa Yeji akan dipekerjakan di tempat semacam ini, Luhan pasti akan langsung menolak dan memindahkannya ke tempat yang lebih layak.

Luhan tiba – tiba melihat sosok yang memuaskan rasa haus yang melanda hatinya selama beberapa hari belakangan ini. Wanita itu tengah berjalan dan Luhan tanpa sadar mengikutinya dari seberang. Yeoja itu tampak ingin menuju ke ruang cuci tangan yang menjadi satu – satunya ruang dari arah yang ditujunya.

“Ah, sepertinya ia akan beristirahat.” Batin Luhan

Yeji mencuci tangannya yang dipenuhi dengan oli hitam pekat. Ia tersentak kaget melihat seseorang dengan tangan bersih mulus membuka keran tepat di sebelahnya. Ia mengangkat kepalanya mendapati seseorang yang tengah ia rindukan menatapnya dengan tatapan sayu. ‘Luhan? Untuk apa ia kemari?’

“Aku sangat merindukanmu. Tak tahukah kau betapa beratnya hari yang kujalani tanpa dirimu?” yeji menganga mendengar pernyataan Luhan. Perlahan tangan Luhan bergerak mendekati tangan Yeji. Yeji sadar betul Luhan ingin bertautan dengannya dan ia sadar betul apa bila hal itu terjadi, tentu para pengawas CCTV tak segan – segan melaporkannya kepada petugas pemerintahan dan habislah nyawanya.

Hati kecil ini terlalu bisu untuk menolak tangannya yang beberapa senti lagi menyentuh kulitku. Apa yang harus kulakukan?

Yeji menggeser pergelangan tangannya menjauhi kehangatan yang nyaris sukses menyelimutinya. Ekspresi kaget menyelimuti wajah Luhan selama satu detik lamanya. Kemudian ia kembali pada wajah datarnya. Luhan menyadari perbuatan konyolnya itu. Tega – teganya ia melakukan hal yang hanya akan menyakiti gadisnya itu. Mengapa kau terus saja melakukan hal – hal bodoh, Luhan?

Tak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya Yeji merasa kecewa dan sedikit bersalah pada Luhan. Apa yang harus dilakukannya? Haruskah ia sekarang meraih tangan Luhan yang baru saja ditolaknya? Mengapa ia menjadi sangat labil?

Aku juga merindukanmu, Luhan. Andai saja kau tahu betapa aku ingin menghampirimu dan memelukmu. Tapi aku cukup beruntung kau tidak melihat kejadian yang sungguh mengerikan itu. Andai saja kau tahu, apa kau akan berkorban untuk yang kedua kalinya hanya demi keselamatanku?

Luhan POV

Bodohnya aku, mengapa aku tidak pernah berfikir dua kali sebelum bertindak? Kini ia bergerak menjauhiku. Kaki – kakinya mulai menjelajahi lantai. Namun tampaknya ia bukan ingin bergerak keluar meninggalkanku. Apa yang sebenarnya ingin ia lakukan?

Dari tadi aku hanya memperhatikannya melangkahkan kedua kakinya. Kini ia memerintahkan aku untuk menghampirinya. Rasa penasaran menyelimutiku. Mengapa ia mendadak menjadi sangat berani? Namun aku segera mengurung semua pemikiranku seolah terhipnotis pada pandangannya. Kakiku berjalan mengikuti arahannya hingga ia berhenti dan menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

Perlahan tangannya terangkat mengusap wajahku. Ia menaruh kedua tangannya pada pipi kiri dan pipi kananku. Ada perasaan yang tidak dapat kudeskripsikan. Aku takjub, senang, bahagia bukan main, dan tentunya rasa penasaran masih menyelimutiku. Lantas apa yang membuatnya menjadi berani seperti ini?

Tangan hangatnya mulai member jarak dengan kulitku. Ia melangkah mundur, berjalan keluar ruangan. Aku masih terdiam merasakan sensasia atas apa yang baru saja ia perbuat padaku. Butuh lima menit bagiku untuk mengembalikan kesadaranku lagi.

Kutatap sekeliling ruangan ini dan tersadar akan kepintaran gadis cantikku.

Ternyata dia berdiri membelakangi CCTV. Pantas saja ia berani berbuat seperti itu. Kau saja yang terlalu bodoh, Luhan. Berfikir ia akan bertindak bodoh dan mengambil resiko hanya untuk menyentuh wajahmu.

~@~@~@~@~

Dalam kamarnya, Luhan masih memegangi kedua pipinya. Tulang pipi miliknya yang tak ia anggap istimewa, sekarang menjadi anggota tubuh favouritenya. Pikirannya masih melayang pada perlakuan gadisnya tadi.

Mengapa sentuhannya begitu memabukkanku? Seolah aku tak pernah puas dan ingin meminta lebih. Istimewa. Segala hal yang ada dalam dirinya adalah keistimewaan Ilahi. Aku tak percaya kuasanya begitu besar menciptakan makhluk seindah Yeji.

Ah, sepertinya aku benar – benar harus mengirim email padanya. Aku tidak akan bisa menemuinya hingga akhir pekan. Sungguh menyebalkan, sesampainya di tempat yang menjadi tempat singgahku, aku disambut dengan setumpukan tugas yang dikirim dari kota.

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

Kau sudah tidur?

 

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

 

Belum. Waeyo?

 

Jujur, aku sangat senang ia kembali bertanya padaku. Aku tadi memang mengatakan bahwa ia harus berbicara denganku layaknya seorang teman dan bertanya kembali jika memang ingin bertanya. Aku tak percaya ia benar – benar melakukannya.

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

Bogospidagu, keunde, aku tidak akan bisa menemuimu sampai hari Minggu. Jaga dirimu baik – baik, arasseo? Hari Minggu, aku akan mengajakmu ke suatu tempat.

 

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

 

Ah, sibuk, eo? Arasseo, neo do! Jaga dirimu baik – baik. Kemana kau akan membawaku?

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

Secret! Aku berani bertaruh, kau pasti akan menyukainya.

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

Jinjjayo? Kau membuatku benar – benar penasaran!

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

Keuraesso? Untuk itu, jaga kesehatanmu supaya kau bisa berjalan – jalan denganku minggu ini, ara? Sekarang tidurlah. Ini sudah malam. Besok aku akan mengirim email lagi.

 

Sebenarnya aku ingin mengajaknya ke pantai. Tempat yang selalu menjadi tempat idamannya. Aku ingin melihat senyumnya mengembang. Dan tentunya, berbicara langsung denganku. Setidaknya berbicara 3 patah kata yang ingin kudengar.

 

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

 

Arasseo, arasseo. Ne? Besok? Sebaiknya tidak usah, Luhan. Aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu. Lekas selesaikan pekerjaanmu jadi kau punya waktu lebih banyak untukku akhir pekan, eo?

 

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

 

Baiklah nona cantik. Aku akan bekerja dengan sangat baik. Sekarang tidurlah. Jalja!

 

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

 

Nae, jaljayo.

 

Yeji POV



Sudah setengah jam Yeji menunggu di ruang tunggu di rumah sakit, namun tak terasa baginya bahwa ia telah menunggu lama karena Luhan menyingkirkan kesepian di ruang tunggu ini.

Ia bilang ia akan mengajakku ke suatu tempat. Ia bilang aku akan menyukainya. Minggu adalah jadwal check-up ku yang ke lima. Namun, hati kecilku tak sanggup menolak permintaan Luhan. Aku harus menemuinya. Harus.

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

Keuraesso? Untuk itu, jaga kesehatanmu supaya kau bisa berjalan – jalan denganku minggu ini, ara? Sekarang tidurlah. Ini sudah malam. Besok aku akan mengirim email lagi.

 

Mengirim email lagi? Besok? Tidak bisa! Besok aku harus menemui dokter. Luhan, apa yang harus ku katakana padamu? Aku tidak mungkin menjawab pesan – pesanmu besok. Haruskah ku katakana aku ada kerja tambahan? Ia pasti akan langsung tahu kalau aku berbohong.

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

 

Arasseo, arasseo. Ne? Besok? Sebaiknya tidak usah, Luhan. Aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu. Lekas selesaikan pekerjaanmu jadi kau punya waktu lebih banyak untukku akhir pekan, eo?

 

To : DoYeji12

From : XiLuhan3

 

Baiklah nona cantik. Aku akan bekerja dengan sangat baik. Sekarang tidurlah. Jalja!

 

Perasaan lega menyelimutiku ketika ia langsung setuju. Apa ia sesibuk itu? Luhan, seandainya aku bisa berada di sampingmu dan membantu segala pekerjaanmu. Aku takut kau tidak cukup tidur. Aku takut kau mulai melupakan waktu makanmu. Aku takut kau terlalu fokus dan terlalu lelah dengan pekerjaan- pekerjaanmu.

To : XiLuhan3

From : DoYeji12

 

Nae, jaljayo.

 

“Do Yeji?”

“Ye, suster?”

“Silahkan masuk.”

Suster itu mempersilahkan aku masuk ke ruangan mendapati seorang dokter tua yang telah mengecek kesehatan paru – paruku selama beberapa hari belakangan ini.

Sebenarnya aku mengalami kelainan paru – paru. Belakangan ini, penyakitku mulai kambuh. Ditambah lagi dengan suhu udara yang panas membuat keringatku terus bercucuran dan alhasil penyakitku bertambah semakin parah saja.

“Aku rasa kau butuh perawatan intens. Kau harus diopnam, Nona Do.”

“Mwo? Andwaeyo dokter! Kumohon jangan biarkan aku terkurung dalam ruangan hijau itu! Aku berjanji akan check up setiap hari, tapi kumohon jangan biarkan aku terjebak di dalam sana.”

“Check up setiap hari tidak akan membantu banyak. Kau butuh sesuatu yang lebih intensif agar kau bisa diselamatkan.”

“Apapun dokter, apapun akan ku lakukan asalkan kau tidak membiarkanku terjebak disana.”

“Baiklah kalau kau sudah benar – benar bulat dengan keputusanmu. Segeralah kembali ke tempat kerja lamamu, suhu disana lebih memungkinkan dan jangan pergi ke tempat – tempat panas seperti pantai di siang hari.”

“Baiklah, dokter. Aku akan menurutinya. Aku akan segera kembali akhir pekan ini. Aku tidak perlu mengkawatirkanku.”

“Nona Do, apa kau yakin kau tidak akan melanggarnya? Karena keadaan paru – parumu itu sudah sangat buruk, bisa saja nyawamu terenggut sedetik saja kau melanggar.”

“Ne, dokter. Aku yakin.”

“baiklah kalau begitu. Cepat sembuh, nona Do.”

“Ne, gomawo, pak dokter.”

Sudah beberapa hari ini aku check up kesana. Beruntung Luhan sedang sangat sibuk sehingga ia tidak mengetahui penyakitku yang sebenarnya. Sebenarnya, aku ingin sekali ke pantai. Pertama kalinya aku ke pantai adalah ketika aku berusia delapan tahun. Ketika itu, aku masih bersama kedua orang tuaku. Namun pantai yang menjadi tempat terindah yang pernah ku jumpai tidak berakhir mulus bagiku. Aku pingsan ketika berlari mengintari pantai karena suhu udara yang membuat paru – paruku serasa tertusuk – tusuk. Namun semua hal itu tidak membuatku merasa trauma terhadap pantai. Pantai tetaplah tempat yang terindah yang pernah kulangkahi, baik dengan kenangan indah yang tersimpan di dalamnya, ataupun kenangan pahit yang menimpaku. Aku hanya bisa berharap, suatu saat, ketika aku berada di pantai untuk yang kedua kalinya dalam hidupku, aku akan memperoleh suatu kebahagiaan yang berhasil menutup luka – lukaku yang tak kunjung mongering.

~@~@~@~@~

 

Hari minggu. Hari yang ditunggu – tunggu Luhan akhirnya datang juga. Ia telah siap menunggu yeji keluar dari tempat persembunyiannya.

“Good morning. Kau siap untuk berjalan – jalan?” Yeji yang baru keluar dari kamar mandi kaget atas kedatangan Luhan yang tiba – tiba.

“Aku akan menunggu di luar. Keluarlah kalau kau sudah siap.” Yeji menganggukan kepalanya mengerti. Apa – apaan yang terjadi barusan? Luhan melihat sosok yeji yang hanya mengenakan anduk untuk menutupi tubuhnya? Sebenarnya Luhan juga kaget mendapati yeojanya baru selesai mandi. Luhan mulai menyadari perlakuan tidak sopannya yang langsung membuka kenop pintu kamar Yeji tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Bagaimana kalau tadi ia terlambat sedikit? Yeji pasti sudah membuka handuknya hendak berganti pakaian.

Pikiran kotor mulai merasuki diri Luhan. ‘Apa yang aku pikirkan? Mengapa aku selalu tampak bodoh ketika berada di depannya?’ batin Luhan.

Yeji POV

Pantai. Kesinilah dia membawaku. Membawaku ke tempat yang membawa kedamaian, ketenangan, kesunyian. Membawaku ke tempat yang menyisakan visual nan indah milik tanah berpasir ini. Aku merasakan paru – paruku mulai basah. Nafasku mulai terpatah – patah. Sedikit lagi, aku pasti bisa menutupinya sedikit lagi.

“Yeji, ini adalah daerah bebas CCTV, tak inginkah kau berteriak melepaskan keluh kesahmu?” Aku hanya menggelengkan kepalaku, masih tak berani menjawab pertanyaannya dengan getaran nada.

“Kau tahu, aku selalu ingin mendengar suaramu. Tak inginkah kau memperdengarkan suaramu indahmu padaku?” Aku hanya mematung di tempatku, merasakan detak jantungku yang begitu cepat dan nafasku yang terputus –putus disaat yang bersamaan.

“Baiklah kalau kau belum ingin bicara. Aku akan menunggumu….Yeji? Do Yeji?!”

Luhan POV

Kini aku telah berada di rumah sakit. Dokter telah menceritakan segalanya padaku. Kau bodoh, Xi Luhan! Tidakkah kau merasa aneh dengan kelakuannya tadi pagi, Tidakkah kau merasa aneh dengan nafasnya yang terdengar kacau? Mengapa kau selalu saja bertindak bodoh? Bahkan kau telah membahayakan nyawanya!

Flashback

Mengapa sejak tadi ia hanya terdiam? Mukanyapun memucat seakan ia menahan sesuatu. Keringat mulai membasahi pelipisnya. Nafasnya terengah – engah seperti orang habis berlari. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Atau semua itu hanya perasaanku belaka?

“Baiklah kalau kau belum ingin bicara. Aku akan menunggumu….Yeji? Do Yeji?!”

Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Gadisku tergeletak di atas butiran pasir dengan sekujur tubuh yang basah akhibat keringat yang terus mengalir. Matanya terpejam tanda ia telah kehilangan kesadarannya. Apa yang baru saja ku lakukan? Apa aku baru saja melakukan sesuatu yang salah?

Flashback end

“Tuan Luhan?”

“Ya, dokter?”

“Yeji telah sadarkan diri. Ia ingin bertemu denganmu, tuan.”

“ye, baiklah dokter! Terima kasih.”

Dengan tergesa – gesa, aku memasuki ruang perawatannya. Perasaan bersalah menyelimutiku ketika aku melihat sosoknya yang terbaring lemah di atas  ranjang.

“Luhan..” Aku mendengarnya menyebut namaku! ‘Luhan’ itulah kata pertama yang keluar dari mulutnya sekaligus kata pertama yang pernah disampaikannya langsung padaku! Entah perasaan apa yang menyelimutiku, aku serasa melayang hingga langit ketujuh.

“Yeji-ya. Mianhae. Seharusnya aku tidak mengajakmu…”

“Sssstt, aku tidak apa – apa. Aku senang kau benar – benar mengabulkan permohonanku untuk pergi ke pantai. Pantai adalah tempatku bertemu eomma dan appaku. Kau tidak perlu merasa bersalah karena aku merasa sangat bahagia.”

“Tapi tetap saja, lihat dirimu. Kau terlihat sangat lemah. Semua ini salahku. Sampai ada sesuatu yang menimpamu…”

“Luhan..” Ia memotong kalimat yang kuucapkan lagi. “Waktuku sudah tidak lama.” Perkataannya berhasil membuat rasa sakit menyelimutiku. Apa maksud di balik ucapannya itu? Apa kau menyerah akan hidupmu, yeji? Tidakkah kau memikirkan perasaanku?

“Saranghaeyo, Luhan, jeongmal saranghaeyo.” Begitu kata – kata perpisahan yang terucap dari bibirnya. Ia memejamkan matanya dengan tenang. Mimik tertenang yang pernah ku lihat seumur hidupku.

Air mata begitu saja jatuh membasahi pipiku. Kini yeoja idamanku telah meninggalkanku sendirian. Aku membunuhnya. Akulah yang membunuhnya, benar? “nado Saranghaeyo, yeji-ya. Aku tidak akan pernah melupakanmu. Selamanya tidak akan pernah.”

-Ternyata dunia ini memang tidak pernah mengizinkan kita untuk bersatu. Aku hanya memiliki satu permohonan sebelum akhirnya aku menyusulmu di akhirat, aku hanya ingin kita memiliki kehidupan percintaan yang selayaknya dan hidup bahagia seperti sepasang kekasih yang ditakdirkan untuk saling memiliki, dengan begitu aku dapat berbangga pada orang – orang, memamerkan pada mereka bahwa kau adalah milikku seorang, dan kau juga memilikiku seutuhnya.-

Dari Luhan untuk Yeji

-Dunia kita ini begitu kejam. Aku tak punya lagi alasan untuk bertahan hidup. Kau telah berhasil membuatku tersenyum. Kau telah berhasil membuatku merasakan bahagia dan cinta di saat yang bersamaan. Tuhan benar – benar mengabulkan doaku. Namun aku tahu, apa bila aku menjalani hidupku, aku hanya akan menjadi aib bagimu. Biarkanlah aku tenang, tenang diatas sana. Kau harus berjuang melanjutkan hidupmu. Jangan pernah merasa bersalah atas kematianku karena aku memang menginginkannya terjadi. Kau harus menemukan jodoh lain dalam hidupmu. Hiduplah dengan bahagia tanpa diriku, karena kebahagiaanmu adalah bahagiaku. Kau adalah orang terhormat, banyak orang yang membutuhkan kehadiranmu. Sedangkan aku? Tidak ada seorangpun yang mengharakanku. Untuk itu, biarkanlah aku tertimbun tanah, dengan doa terakhirku sebelum aku menghembuskan nafas terakhirku di dunia ini. jika kebersamaan denganku, aku hanya akan memburukkan kehidupanmu saja.

Cinta adalah tenaga kehidupan, yang hanya berperan baik bagi jiwa-jiwa yang saling mentautkan hati dalam persahabatan yang mesra dan penuh hormat

Tuhan, dengarkahlah seruan terakhirku, aku hanya ingin kita memiliki kehidupan percintaan yang selayaknya dan hidup bahagia seperti sepasang kekasih yang ditakdirkan untuk saling memiliki, dengan begitu aku dapat berbangga pada orang – orang, memamerkan pada mereka bahwa kau adalah milikku seorang, dan kau juga memilikiku seutuhnya-

terima kasih, Luhan. Terima kasih karena telah mengizinkan aku untuk mencintaimu dan merasakan kebahagiaan dalam hidupku.

-Dari Yeji untuk Luhan-

THE END

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Deng deng deeeeng, gimana chapter 2 nya? Bagusan yang pertama atau yang kedua? WARNING WARNING! Typo bertebaran dimana – mana! Udah males re-check nya lagi hehe. *mohon dimaklumi* Perlu di buat sequel di abad 21 nya kah? Hehe :D Don’t forget to leave a comment and if you dislike it, you can just say it politely :D human being kkk




Leave a Reply.

    Author

    Zhang Yu Hui imnida! hepta-year-old imnida :-) yeoja author / O \ Meng Byul used to be :) bangapseumnida! Don't forget to leave a comment!

    Archives

    December 2013
    November 2013

    Categories

    All